Sejak 2016, industri blockchain telah mengalami berbagai kerentanan besar pada smart contract yang berdampak signifikan terhadap ekosistem. Peretasan DAO pada 2016 menyebabkan hilangnya sekitar $60 juta Ethereum dan memicu hard fork yang kontroversial. Pada 2017, bug pada dompet Parity membekukan dana pengguna lebih dari $300 juta akibat kerentanan kode. Tahun berikutnya, bug BatchOverflow berdampak pada sejumlah token ERC20, memungkinkan penyerang menciptakan token dalam jumlah besar secara ilegal.
Tahun | Kerentanan | Dampak |
---|---|---|
2016 | The DAO Hack | $60 juta hilang |
2017 | Parity Wallet Bug | $300 juta dibekukan |
2018 | BatchOverflow | Beberapa token ERC20 terdampak |
Insiden- insiden ini menegaskan pentingnya audit smart contract secara menyeluruh dan penerapan praktik keamanan yang ketat. Permintaan terhadap perusahaan keamanan khusus dan pengembangan alat otomatis untuk deteksi kerentanan pun meningkat pesat. Dari peristiwa-peristiwa ini, industri memperbaiki standar penulisan kode, memperbanyak proses peninjauan kode, dan mengadopsi teknik verifikasi formal dalam pengembangan smart contract. Namun, ditemukannya kerentanan baru secara berkelanjutan menuntut kewaspadaan dan perbaikan berkelanjutan dalam praktik keamanan blockchain.
Industri kripto telah menghadapi sejumlah serangan jaringan besar yang menyebabkan kerugian finansial besar dan menurunkan kepercayaan investor. Salah satu kasus paling terkenal adalah peretasan Mt. Gox pada 2014, di mana sekitar 850.000 bitcoin dicuri dengan nilai sekitar $450 juta saat itu. Kejadian ini menjadi peringatan bagi industri akan pentingnya sistem keamanan yang kokoh. Pada 2016, serangan DAO di jaringan Ethereum mengakibatkan hilangnya Ether senilai $50 juta dan memicu hard fork yang kontroversial. Di tahun 2022, peretasan bridge Ronin Network menyebabkan pencurian aset kripto senilai $625 juta, menunjukkan masih rentannya teknologi lintas rantai. Serangan-serangan ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial instan, tetapi juga meningkatkan pengawasan regulator dan penerapan protokol keamanan yang lebih ketat di seluruh industri. Banyak platform akhirnya melakukan investasi besar pada infrastruktur keamanan dan mekanisme asuransi demi melindungi aset pengguna serta memulihkan kepercayaan terhadap ekosistem kripto.
Bursa kripto terpusat telah menghadapi berbagai tantangan keamanan yang menyebabkan kerugian finansial besar bagi pengguna. Insiden-insiden ini memperjelas kerentanan yang melekat pada sistem terpusat. Salah satu contoh utama adalah peretasan Mt. Gox pada 2014, dengan sekitar 850.000 bitcoin dicuri senilai $450 juta saat itu. Kejadian ini mengguncang komunitas kripto dan memicu pengetatan pengawasan terhadap keamanan bursa. Pada 2022, salah satu bursa utama kembali mengalami peretasan senilai $600 juta, menegaskan risiko yang terus ada. Berbagai pelanggaran ini mendorong bursa untuk meningkatkan langkah keamanan, seperti penggunaan dompet multi-signature, cold storage, serta audit keamanan rutin. Meski demikian, sifat terpusat platform ini tetap menjadi titik rawan kegagalan. Akibatnya, semakin banyak pengguna beralih ke bursa terdesentralisasi (DEX) dan solusi self-custody demi meminimalkan risiko. Berbagai pelajaran dari insiden tersebut menegaskan pentingnya protokol keamanan yang kuat, praktik yang transparan, dan kewaspadaan pengguna dalam menjaga aset mereka.